Ini Alasan yang Mengharuskan Belanda Meminta Maaf Kepada Indonesia
By Azizul Ghofar -August 13, 2016Peristiwa penjajahan Belanda terhadap Indonesia menjadi sejarah yang tak mungkin terlupakan bagi rakyat Indonesia. Berbagai kenikmatan yang diperoleh Belanda ketika masa penjajahannya sudah bukan menjadi rahasia. Selama 3,5 abad lamanya, masyarakat Indonesia saat itu menjadi budak di rumah sendiri yang dikuasai oleh orang lain. Seluruh hasil bumi Indonesia seperti bahan tambang, rempah-rempah, dan produk bahan pokok lainnya diangkut ke negerinya yang kemudian dipasarkan ke wilayah Eropa, Amerika, dan negara-negara lain dengan keuntungan sangat tinggi.Setiap kekuasaan pasti akan berakhir. Sejak tahun 1942, Jepang berhasil membuat Belanda tak dapat menguasai Indonesia lagi. Sementara negerinya di duduki Nazi. Namun, masyarakat Indonesia tidak mengetahui bahwa perbaikan dan pembangunan kembali Belanda yang mengalami kerusakan parah pasca Perang Dunia II, justru dibantu oleh Bangsa Indonesia.Dilansir dari republika.co.id, pada saat Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dihadiri oleh Mohammad Hatta di Den Haag, Desember 1949, memutuskan, Belanda berhak mendapatkan bayaran sebesar 4,5 miliar gulden dari Indonesia sebagai imbalan penyerahan kekuasaan.Menanggapi kisah bersejarah ini, sejarawan Belanda. Lambert Gielbels, dalam sebuah tulisannya yang dikutip sebuah surat kabar di Ibu Kota menjelaskan, maksud Belanda menuntut 6,5 miliar gulden pada saat itu adalah untuk menindas bangsa Indonesia. Termasuk di dalamnya dua agresi militernya yang selama revolusi fisik, malah mesti dibayar oleh pemerintah baru Indonesia.Pelunasan tuntutan Belanda dari hasil KMB tersebut berlangsung rutin antara 1950 sampai 1956. Hingga akhirnya Indonesia membatalkan persetujuan KMB lantaran merasa persetujuan itu tidak adil. Pada saat pembatalan itu dilakukan, Indonesia telah membayar Belanda sebesar 4 miliar gulden.Menurut Gieberls, ketika itu Belanda sedang mengalami “Keajaiban Belanda”. Namun, Belanda tidak pernah menyebutkan hasil dari yang diperoleh itu lantaran berasal dari bekas tanah jajahan.Yang mengganjal dalam benak adalah mengapa Indonesia justru yang harus membayar kepada Belanda dan bukan sebaliknya? Bahkan, hingga saat ini, pemerintah tidak pernah menuntut permintaan maaf atas kekejaman dan penindasan yang dilakukan oleh Belanda selama 350 tahun penjajahan. Apalagi menuntut ganti rugi, tidak pernah dilakukan oleh Indonesia.Sedangkan dari negeri Belanda sendiri. Sejumlah kalangan telah menyerukan kepada pemerintah Belanda untuk meminta maaf kepada Indonesia atas kelakuannya yang terdahulu. Bahkan, sejumlah orang berpendapat, meminta maaf saja tidak cukup karena kerugian dan penderitaan bangsa Indonesia akibat penjajahan sangat besar, tidak dapat terhapus hanya sekadar maaf.Seperti yang terjadi pada tahun 1995. Saat itu Ratu Beatrix bersama suaminya, Pangeran Philip berkunjung ke Indonesia. Banyak masyarakat Belanda yang mendesak Ratu agar meminta maaf kepada Indonesia ketika sedang berada di Indonesia. Namun, permintaan maaf itu tidak disampaikan oleh Ratu. Ratu hanya mengharapkan agar kedua negara bersedia melupakan peristiwa buruk yang pernah terjadi pada masa lalu.Atas kekejaman Belanda yang dilakukan kepada rakyat Indonesia, Presiden pertama Indonesia, Soekarno mengungkapkan, ketika diadili di depan pengadilan kolonial Bandung, 18 Agustus 1930. Dalam pembelaannya, ia memberi judul “Indonesia Menggugat”.Pada saat itu, Bung Karno masih berusia 29 tahun dan telah menggugat politik kolonial Belanda, termasuk pengurasan 70 persen dari hasil bumi dan tambang Hindia Belanda yang dilarikan ke negeri mereka. Bahkan, banyak data kekejaman Belanda yang dibuka oleh Bung Karno justru dikutip dari kalangan mereka sendiri.Pernyataan Bung Karno dalam gugatannya mengungkapkan “Tak ada satu negeri pun di dunia kelebihan ekspornya begitu tinggi seperti Hindia Belanda.” Karena sedikit sekali barang impor yang masuk negeri jajahan.Bagi masyarakat Indonesia, baik imperialisme “tua” maupun imperialisme “modern”, kedua-duanya menyedot habis hasil bumi Indonesia. Pengungkapan ini menunjukkan, sejak masa JP Coen hingga sistem tanah paksa, dan kemudian pada masa modern, teror kolonial Belanda terhadap rakyat Indonesia tiada pernah henti.Bung Karno juga menggugat mengenai sistem tanam paksa atau cultuurstelselyang diberlakukan oleh Gubernur Jenderal Van der Bosh dan para penggantinya (1830 -1870). Menurutnya, tindakan kekejaman itu tak akan dilupakan sampai kapan pun.“Betul, Tuan Hakim. Kejahatancultuurstelsel adalah kejahatan kuno, tetapi hati nasional kami tidak gampang untuk melupakannya,” tegas Bung Karno di hadapan pengadilan.Sistem kerja rodi pada saat itu sangat ditakuti oleh masyarakat pribumi. Puluhan ribu rakyat Indoesia meninggal dunia lantaran sakit maupun kelaparan. Paksaan untuk masyarakat pribumi ini menjadi prestasi tersendiri bagi Van der Bosh karena dianggap berjasa telah menggemukkan uang pemerintah kolonial.Van der Bosh pada saat itu mendapat gelar bangsawan Graaf, sebuah gelar yang sangat tinggi dari Kerajaan Belanda. Padahal, ia menari-nari di atas bangkai beribu-ribu rakyat Indonesia yang harus mati di negerinya yang melimpah harta.dari 98 ribu penduduk di Grobogan, Jawa Tengah, sekitar 89 ribu di antaranya meninggal dunia akibat sistem ini, atau bersisa 9.000 masyarakat saja. Sedangkan di Demak, dari 336 ribu masyarakat hanya tersisa 120 ribu orang saja.Kondisi amat memprihatinkan ini menggerakkan asisten Residen Belanda di Lebak (Banten), Eduard Douwes Dekker alias Multatuli untuk menyerang negaranya sendiri (Belanda) akibat adanya sistem ini.Kisah sejarah ini, mantan pimpinan Kantor Penerangan AS (USIS) di Jakarta, Willard A. Hanna dalam buku Hikayat Jakartamengemukakan betapa besarnya ekspor dari Hindia Belanda selama Perang Dunia I. Terhitung Lebih dari 1 miliar dolar per tahun berupa bahan-bahan mentah.Lebih dari itu Hanna menuliskan, pada zaman malaise atau resesi ekonomi (sekitar 1930-an), waktu nilai ekspor menurun jadi separuh, batas keuntungan masih demikian besarnya sehingga mereka yang berada dan kaya tidak kekurangan apa-apa. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada salahnya ketika Belanda meminta maaf kepada Indonesia.Previous article25 Menit Bertemu, 1 Menit Sandiaga Bicara, 24 Menit Ahok ‘Nyerocos’Next articleSindiran Keras! Ahok: Sandi Tidak Pernah Melahirkan Ide-ide Hebat
Hem...
ReplyDelete